GRAMMAR BAHASA INDONESIA TANDA BACA DAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
A. Pemakaian Tanda Baca
1. Tanda Titik (.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan atau untuk kalimat berita. Misalnya:
• Ayahku tinggal di Solo.
• Biarlah mereka duduk di sana.
• Dia menanyakan siapa yang akan datang.
• Marilah kita mengheningkan cipta.
b. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya:
• a. III. Departemen Dalam Negri
• B. Direktorat Jendral Agraria
• 1. Patokan Umum
• 1.1 Isi Karangan
• 1.2 Ilustrasi
• 1.2.1 Gambar Tangan
• 1.2.2 Tabel
• 1.2.3 Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya:
• pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
d. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya:
• 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
• 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
• 0.0.30 jam (30 detik)
e. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya:
• Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
f. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Misalnya:
• Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
• Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya:
• Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
• Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
• Nomor gironya 5645678.
g. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya:
• Acara Kunjungan Adam Malik
• Salah Asuhan
• Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD'45)
h. Tanda titik tidak dipakai di belakang alamat pengirim dan tanggal surat atau nama dan alamat penerima surat. Misalnya:
• Jalan Diponegoro 82
• Jakarta (tanpa titik)
• 1 April 1985 (tanpa titik)
• Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
• Jalan Arif 43 (tanpa titik)
• Palembang (tanpa titik)
Atau:
• Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
• Jalan Cikini 71 (tanpa titik)
• Jakarta (tanpa titik)
2. Tanda Koma (,)
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya:
• Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
• Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
• Satu, dua, ... tiga!
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan. Misalnya:
• Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
• Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
c. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya:
• Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
• Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
Catatan:
Tanda koma tidak dip akai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jikaanak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi. Misalnya:
• ... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
• ... Jadi, soalnya tidak semudah itu.
e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya:
• O, begitu?
• Hati-hati, ya, nanti jatuh.
• Wah, bukan main!
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya:
• Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
• "Saya gembira sekali," kata Ibu, "karena kamu lulus."
g. Tanda koma dipakai di antara
• nama dan alamat,
• bagian-bagian alamat,
• tempat dan tanggal, dan
• nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
• Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
• Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
• Surabaya, 10 mei 1960
• Kuala Lumpur, Malaysia
h. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya:
• Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949 Tata bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
i. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya:
• W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
j. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya:
• B. Ratulangi, S.E.
• Ny. Khadijah, M.A.
k. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya:
• 12,5 m
• Rp12,50
l. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya
• Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
• Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
• Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
• Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
m. Tanda koma dapat dipakai—untuk menghindari salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya:
• Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
• Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
• Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa.
• Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
n. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya:
• "Di mana Saudara tinggal?" tanya Karim.
3. Tanda Titik Koma (;)
a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya:
• Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
b. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya:
• Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran "Pilihan Pendengar".
4. Tanda Titik Dua (:)
a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika iikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya:
• Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
• Hanya ada dua pilihan bagi pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya:
• Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
• Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.
c. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misalnya:
• Ketua : Ahmad Wijaya
• Sekretaris : S. Handayani
• Bendahara: B. Hartawan
• Tempat Sidang : Ruang 104
• Pengantar Acara : Bambang S
• Hari : Senin
• Waktu : 09.30
d. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Misalnya:
• Ibu : (meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"
• Amir : "Baik, Bu." (mengangkat kopor dan masuk)
• Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!" (duduk di kursi besar)
e. Tanda titik dua dipakai; di antara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat dalam kitab suci, di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.Misalnya:
• Tempo, I (1971), 34:7
• Surah Yasin: 9
• Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
• Tjokronegoro, Sutomo, Tjukupkah Saudara membina Bahasa Persatuan Kita?, Djakarta: Eresco, 1968.
5. Tanda Hubung (–)
a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris. Misalnya:
• Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris. Misalnya:
b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Misalnya:
• Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya:
• anak-anak,
• berulang-ulang,
• kemerah-merahan.
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
d. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. Misalnya:
• p-a-n-i-t-i-a
• 8-4-1973
e. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan penghilangan bagian kelompok kata. Misalnya:
• ber-evolusi
• dua puluh lima-ribuan (20 x 5000)
• tanggung jawab-dan kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:
• be-revolusi
• dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25000)
• tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial
f. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan:
• se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
• ke- dengan angka,
• angka dengan -an,
• singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan
• nama jabatan rangkap
Misalnya
se-Indonesia, se-Jawa Barat,
hadiah ke-2, tahun 50-an,
mem-PHK-kan, hari-H,
sinar-X, Menteri-Sekretaris Negara
• Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsure bahasa asing. Misalnya:
di-smash
pen-tackle-an
6. Tanda Pisah (—)
a. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat. Misalnya:
• Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
b. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya:
• Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom —telah mengubah persepsi kita tentang alam semesta.
c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau 'sampai dengan'. Misalnya:
• 1910—1945
• tanggal 5—10 April 1970
• Jakarta—Bandung
Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
7. Tanda Elipsis (...)
a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya:
• Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya:
• Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat. Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ....
8. Tanda Tanya (?)
a. Tanda tanya dipakai pada akhir tanya. Misalnya:
• Kapan ia berangkat?
• Saudara tahu, bukan?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya:
• Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
• Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
9. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Misalnya:
• Alangkah seramnya peristiwa itu!
• Bersihkan kamar itu sekarang juga!
• Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya!
• Merdeka!
10. Tanda Kurung ((...))
a. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan. Misalnya:
• Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Misalnya:
• Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
• Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.
c. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
• Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
• Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
d. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan. Misalnya:
• Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
11. Tanda Kurung Siku ([...])
a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya:
• Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya:
• Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II ) perlu dibentangkan di sini.
12. Tanda Petik ("...")
a. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. Misalnya:
• "Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
• Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia."
b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya:
• Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
• Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor dan Nilai Prestasi di SMA" diterbitkan dalam Tempo.
• Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
c. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya:
• Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
• Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai".
d. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya:
• Kata Tono, "Saya juga minta satu."
e. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya:
• Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "Si Hitam".
• Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis
sama tinggi di sebelah atas baris.
13. Tanda Petik Tunggal ('...')
a. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Misalnya:
• Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
• "Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
b. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. Misalnya:
• feed-back → 'balikan'
14. Tanda Garis Miring (/)
a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Misalnya:
• No. 7/PK/1973 * Jalan Kramat III/10
• tahun anggaran 1985/1986
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap. Misalnya:
• dikirimkan lewat darat/laut → (dikirimkan lewat darat atau laut)
• harganya Rp25,00/lembar → (harganya Rp25,00 tiap lembar)
15. Tanda Penyingkat (Apostrof) (')
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya:
• Ali 'kan kusurati. → ('kan = akan)
• Malam 'lah tiba. → ('lah = telah)
• 1 Januari '88 → ('88 = 1988
B. Penyempurnaan Ejaan
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Ejaan van Ophuijsen, ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
a. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
b. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
c. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
d. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan katakata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
2. Ejaan Republik, ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
a. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, kebarat2-an.
d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
3. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
4. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD), ejaan ini diresmikan
pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Indonesia (pra-1972) Malaysia (pra-1972) Sejak 1972
a. tj ch c
b. dj j j
c. ch kh kh
d. nj ny ny
e. sj sh sy
f. j y y
g. oe u u
C. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
1. Huruf Kapital atau Huruf Besar
a. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Misalnya:
• Dia mengantuk.
• Kita harus bekerja keras.
• Apa maksudnya?
• Pekerjaan itu belum selesai.
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Misalnya:
• Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
• "Kemarin engkau terlambat," katanya.
c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Misalnya:
• Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen
• Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
• Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
d. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya:
• Sultan Hasanuddin
• Imam Syafii
• Haji Agus Salim
• Nabi Ibrahim
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang. Misalnya:
• Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
• Tahun ini ia pergi naik haji.
e. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya:
• Wakil Presiden Budiono
• Laksamana Muda Udara Husen Sastranegara
• Perdana Menteri Nehru
• Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
• Profesor Supomo
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat. Misalnya:
• Siapa gubernur yang baru dilantik itu?
• Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
f. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang. Misalnya:
• Amir Hamzah
• Wage Rudolf Supratman
• Dewi Sartika
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran. Misalnya:
• mesin diesel
• 10 volt
• 5 ampere
g. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa. Misalnya:
• bangsa Indonesia
• suku Sunda
• bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya:
• meng-indonesiakan kata asing
• keinggris-inggrisan
h. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya:
• bulan Agustus
• hari Natal
• bulan Maulid
• Perang Candu
• hari Galungan
• tahun Hijriah
• hari Jumat
• tarikh Masehi
• hari Lebaran
• Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama. Misalnya:
• Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
• Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
i. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Misalnya:
• Asia Tenggara
• Kali Brantas
• Banyuwangi
• Lembah Baliem
• Bukit Barisan
• Ngarai Sianok
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Misalnya:
• berlayar ke teluk
• menyeberangi selat
• mandi di kali
• pergi ke arah tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis. Misalnya:
• garam inggris
• kacang bogor
• gula jawa
• pisang ambon
j. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketata-negaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan. Misalnya:
• Republik Indonesia
• Majelis Permusyawaratan Rakyat
• Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
• Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi. Misalnya:
• menjadi sebuah republic
• kerja sama antara pemerintah dan rakyat
• beberapa badan hokum
• menurut undang-undang yang berlaku
k. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Misalnya:
• Perserikatan Bangsa-Bangsa
• Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
• Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
• Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
l. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya:
• Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
• Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
• Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
• Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
m. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Misalnya:
• Dr. = doctor
• Prof. = profesor
• M.A. = master of arts
• Tn. = tuan
• S.H. = sarjana hokum
• Ny. = nyonya
• S.S. = sarjana sastra
• Sdr. = saudara
n. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungankekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Misalnya:
• "Kapan Bapak berangkat?" tanya Harto.
• "Silakan duduk, Dik!" kata Ucok.
• Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
• Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
• Surat Saudara sudah saya terima.
• Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan. Misalnya:
• Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
• Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
o. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda. Misalnya:
• Sudahkah Anda tahu? * Surat Anda telah kami terima.
2. Huruf Miring
a. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya:
• majalah Bahasa dan Kesusastraan
• buku Negarakertagama karangan Prapanca
b. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya:
• Huruf pertama kata abad ialah a.
• Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
• Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
c. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Misalnya:
• Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
• Politik divide et impera pernah merajalela di negeri ini.
• Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi 'pandangan dunia'.
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.
D. Angka dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi, antara lain:
• Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
• Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000)
2. Angka digunakan untuk menyatakan ukuran panjang, berat, luas, isi, satuan waktu, nilai uang, dan kuantitas. Misalnya:
• 0,5 sentimeter
• 5 kilogram
• 4 meter persegi
• 1 jam 20 menit * pukul 15.00
• tahun 1928
• 17 Agustus 1945
Catatan; tanda titik di sini merupakan tanda desimal.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. Misalnya:
• Jalan Tanah Abang I No. 15
• Hotel Indonesia, Kamar 169
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. Misalnya:
• Bab X, Pasal 5, halaman 252
• Surah Yasin: 9
5. Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
a. Bilangan utuh. Misalnya:
dua belas = 12
dua puluh dua = 22
dua ratus dua puluh dua = 222
b. Bilangan pecahan Misalnya:
setengah = ½
tiga perempat = ¾
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut. Misalnya:
• Paku Buwono X
• pada awal abad XX
• dalam kehidupan pada abad ke-20 ini
• dalam bab ke-2 buku itu
• di tingkat kedua gedung itu
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti. Misalnya:
• tahun '50-an = (tahun lima puluhan)
• uang 5000-an = (uang lima ribuan)
• lima uang 1000-an = (lima uang seribuan)
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, sperti dalam perincian dan pemaparan. Misalnya:
• Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
• Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
• Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang memberikan suara blangko.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Misalnya:
• Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
• Pak Darmo mengundang 250 orang tamu. Bukan:
• 15 orang tewas dalam kecelakaan itu.
• Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Misalnya:
• Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
• Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Misalnya:
• Kantor kami mempunya dua puluh orang pegawai.
• DI lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
• Kantor kamu mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai.
• Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya:
• Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).
• Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar