GRAMMAR BAHASA INDONESIA MAKNA, UNGKAPAN DAN GAYA BAHASA
A. Makna
1. Makna konotasi (emotif) adalah makna tambahan terhadap makna dasarny berupa nilai rasa tertentu, misalnya perasaan hormat, kesal ata merendahkan. Makna konotasi tidak sama dengan makna kiasan. Makna konotasi ada yang positif dan ada yang negatif. Contoh ; Kata Makna Dasar Makna tambahan Mampus mati kurang hormat, kasar Gugur jatuh / mati mati di medan juang
2. Makna Denotasi (referensial) adalah makna kata lugas dan menunjuk langsung pada acuan tanpa disertai nilai rasa atau emosi. Contoh;
merah; warna seperti darah
Babi; jenis binatang
3. Makna Lesikal (kamus) adalah makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lain. Contoh;
rumah; bangunan untuk tempat tinggal
sepeda; kendaraan roda dua tanpa mesin.
Makna Gramatikal; makna baru yang timbul akibat proses gramtika. Contoh;
berumah; memiliki rumag
meluas; menjadi luas
4. Homonim adalah kata yang tulisan dan cara pelafalannya sama tetapi memiliki makna yang berbeda. Contoh :
genting = keadaan genting = gawat
genting = genting rumah = atap
jarak = pohon jarak = tanaman
jarak = jarak jauh = ukuran
bisa = bisa berjalan = dapat
bisa = bisa ular = racun
5. Homofon adalah kata cara pelafalannya sama tetapi penulisan dan maknanya berbeda. Contoh :
kol = sayur kol = tanaman
kol = naik colt = kendaraan
bang = Bang Ali = kakak
bang = Bank Mandiri = lembaga penyimpanan uang
6. Homograf adalah kata yang tulisannya sama tetapi pelafalan dan maknanya berbeda. Contoh :
seri = berseri-seri = gembira
seri = bermain seri = seimbang
teras = pejabat teras = inti
teras = teras rumah = bagian depan rumah
apel = makan apel = buah
apel = apel bendera = upacara
apel = kencan
7. Hiponim adalah kata-kata yang tingkatannya berada di bawah kata yang lain. Contoh: katak, kera, buaya, dan ayam merupakan hiponim dari hewan.
Beberapa orang berburu katak pada malam hari.
Pengelola kebun binatang memberi makan beberapa kera.
Pawang itu berhasil menangkap buaya di sungai dekat rumahku.
8. Sinonim adalah persamaan makna antara dua kata atau lebih. Contoh agar = supaya
ahli = pakar
badai = topan
bagan = skema
9. Antonim adalah kata-kata yang berlawanan maknanya Contoh :
siang >< malam
hidup >< mati
gelap >< terang
10. Polisemi adalah satu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Polisemi timbul karena perkembangan makna suatu kata. Sebab-sebab timbulnya polisemi antara lain:
Akibat pemakaian khusus; “bedah (jawa)” memiliki arti robek, sobek atau rusak. Sebagai akibat pemakaian khusus dlam bidang kedokteran bedah berarti “operasi”.
Pemakaian dalam arti kiasan; darikata membanting, timbul kiasan membanting tulang, membanting harga, membanting stir.
B. Ungkapan
Ungkapan (Idiom) adalah gabungan kata yang maknanya tidak sama dengan gabungan unsur-unsur kata pembentuknya. Ungkapan disebut juga frase idomatikal, contoh ungkapan:
membanting tulang = bekerja keras
tinggi hati = sombong
memeras keringat = bekerja keras
darah daing = anak kandung
mengadu domba = memecah belah
tebal muka = tidak punya malu
C. Majas (Gaya Bahasa)
Merupakan pengungkapan berkias unruk memperoleh efek makna tertentu. Gaya bahasa dapat dikelompokan menjadi:
1. Majas perbandingan:
a. Metafora = majas yang menyamakan suatu benda dengan benda lain secara langsung karena persamaan sifat.Contoh:
• Karena seorang lintah darat, ia dijauhi penduduk. (rentenir)
• Dewi malam telah keluar dari balik awan. (Bulan)
b. Personifikasi = majas yang menggambarkan benda-banda mati seolah-olah hidup. Contoh:
• Bulan tersenyum menyaksikan keguyuban anak-anak dolanan di halaman rumah.
• kapal layar itu hilang direlan ombak.
c. Simile = majas yang menggunakan kata-kata perbandingan (seperti, bagaikan, laksana, dll). Contoh:
• bagai telur di ujung tanduk
• dagunya bak lebah bergantung
• pipinya bagai pauh dilayang
• Hidup tanpa cinta bagai sayur tanpa garam
d. Asosiasi = majas yang membandingkan benda lain dengan memberikan persamaanterhasdap benda tersebut. Contoh:
• Mukanya pucat bagaikan mayat.
• Semangatnya keras seperti baja.
e. Simbolik = Majas yang melukiskan sesuatu dengan benda lain sebagai simbol atau lambang. Contoh:
• Akhirnya cucunguk itu mendapatkan ganjaran atas tindakkannya. (suka mengacau)
• Bunglon itu akhirnya terjebak dengan sendiri. (tidak punya pendirian)
2. Majas pertentangan:
a. Hiperbola = Majas yang melukiskan sesuatu secara berlebihan. Contoh:
• Tono bekerja membanting tulang untuk membiayai sekolahnya.
• Sejuta indah bertaburan saat-saat kami berduaan
b. Litotes = Majas yang melemahkan diri/ merendahkan diri agar lebih sopan. Contoh:
• Mampirlah ke gubuk kami sekadar melepas penat.
• Kami harap bapak berkenan atas bingkisan yang tidak berharga ini.
c. Ironi = Majas yang menyindir secara halus dengan membalikan kata-katanya. Contoh:
• Disiplin sekali Anda, tiga hari berturut-turut terlambat sampai sekolah!
• Bagus sekali gambarmu, dik! (buruk)
d. Paradoks = Majas yang mempertentengkan suatu situasi dengan situasi yang lain. Contoh:
• Memang ia kecil tetapi kuat
• dalam dunia yang ramai ini aku merasa sepi tanpa kau di sisiku.
e. Sinisme = Majas yang lebih kasar daripada ironi Contoh:
• Muntah aku, melihat perbuatanmu ini!
• “Harum sekali badanmu dik!”, kata sang suami kepada istrinya yang belum mandi.
f. Sarkasme = Majas yang sangat kasar sekali.Contoh:
• Hai anjing! Keluar kau dari sini.
• jijik aku melihat mukamu yang seperti monyet!
g. Repetisi = Majas yang mengulang kata beberapa kali untuk mempertegas, sering terdapat pada prosa atau bahasa bertutur. Contoh:
• Selama jantung masih berdetak, selama darah masih mengalir, selama napas masih mengalum, aku tidak akan pernah berhenti mencintaiMu.
• Bahagia tak perlu dicari ke mana-mana, bahagia tak perlu jauh-jauh diburu, bahagia itu ada di dalam hati sanubari sendiri .
h. Koreksio = Majas penegas yang digunakan untuk membetulkan kata yang salah diucapkan sebelumnya, baik sengaja ataupun tidak. Contoh:
• Dia adikku, eh bukan, kekasihku.
• silahkan pulang saudara-saudara, eh maaf, silahkan makan!.
i. Antitesis = Majas yang mempergunakan paduan kata-kata yang berlawanan artinya. Contoh:
• Hidup matinya, susah senagnya, serahkanlah padaku.
Tua muda, besar kecil, laki perempuan hadir dalam rapat raksasa itu.
3. Majas pertautan:
a. Metonimia = Majas yang hanya mengemukakan merk tetapi yang dimaksud adalah mengacu pada sekelompok benda secara keseluruhan Contoh:
• Para siswa karya wisata ke Bali naik Garuda.
• Nikmat sekali gudang garam ini.
b. Sinekdoke = majas ini dapat dikelompokkan menjadi:
1) Pars pro Toto = majas yang menyebutkan bagian suatu hal untuk mengganti nama keseluruhan dari hal tersebut. Contoh:
Tiap kepala mendapat jatah Rp 25.000,00 per hari.
Sudah satu minggu ini Bambang tidak menampakkan batang hidungnya.
2) Totem Pro Toto = Majas yang menyebutkan benda secara keseluruhan dengan acuan yang hanya dari suatu benda tersebut. Contoh:
Indonesia menang 2 – 1 atas Malaysia
Jakarta memimpin sementara perolehan medali pada Pekan Olah Raga Nasional kali ini.
c. Alusio = Majas yang menyatakan suatu tindakan dengan kata lain yang sejalan. Contoh:
Ia pun setali tiga uang dengan kakaknya kalau disuruh belajar.
d. Eufemisme = Majas yang berupa ungkapan untuk menggantikan ungkapan lain yang dirasa kasar / tabu. Contoh:
Karang Taruna Putra Bangsa menciptakan unit usaha produktif untuk mengurangi tunakarya.
Putra bapak memang agak ketinggalan.
Saya minta ijin ke belakang.
e. Tropen = Majas yang mengugkapkan suatu tindakan dengan kata lain yang sejalan. Contoh:
Sejak mendapat surat putus, Susi mengubur dirinya terus di dalam kamar.
Betapapun sulitnya hidup ini, saya tak akan pernah menjual diri.
f. Klimaks = Majas yang beisi urutan kejadian yang semakin naik Contoh:
Mula-mula ia tersenyum, tertawa lalu terbahak-bahak.
Demi Sayngku, kurelakan harta bendaku dan bahkan jiwa ragaku.
Jangankan hanya rumah, emas segudangpun akan aku berikan
g. Antiklimaks = Majas yang berisi urutan kejadian yang semakin menurun Contoh:
Jangankan seribu ruiah, seratus bahkan serupiahpun aku tak punya.
Setelah berlari cepat ia berjalan, tergeletak lemas dan pingsan.
h. Pleonasme; Majas penegas dengan menggunakan kata yang sebenarnya tidak perlu. Contoh:
Ia menoleh ke samping.
Peristiwa itu kami saksikan dengan mata kepala sendiri.
i. Retoris = Majas yang menggunakan kalimat tanya tetapi tidak bertannya, sering bersifat mengejek atau menyatakan kesangsian, digunalan para ahli pidato. Contoh:
Inikah yang dinamakan bekerja? (pekejaan buruk).
j. Inversi = Majas yang membalikan subyek-predikat menjadi predikat-subyek, dengan tujuan agar penekanan jatuh pada predikatnya Contoh:
Turun hujan, patahlah dahan..
Dimalam knk, terang benar bulan.
D. Peribahasa
Peribahasa adalah ungkapan bahasa secara berkias dalam bentuk kalimat yang susunannya tetap dan maknyannya pun relatif tetap dan berkias. Peribahasa dapat dikelompokan menjadi:
1. Pepatah = peribahasa yang berisi nasehat atau ajaran hidup, misalnya:
• Air tenang menghanyutkan (orang pendiam banyak ilmunya).
• Tak ada gading yang tak retak (setiap orang pasti ada kekurangannya).
• Besar pasak dari pada tiang (Pengeluaran lebuh beasar daripada pemasukan).
2. Perumpamaan = peribahasa yang berisi perbandingan, biasanya menggunakan katakata; seperti, laksana, bagai, dan seterusnya, misalnya:
• Bagai air di daun talas (Orang yang tak punya pendirian).
• Bagai diiris denga sembilu (hatinya sangat sedih)
• Seperi air jatuh ke pasir ( kebaikan yang tidak terbalas).
3. Pameo = peribahasa yang umunya dijadikan semboyan atau penggugah semangat, misalnya:
• Esa hilang dua terbilang (Bertetap hati untuk mengerjakan sesuatu yang berbahaya).
• Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.
• Dari pada hidup bercermin bangaki lebih baik mati berkalang tanah ( dari pada hidup menanggung malu, lebih baik mati)
4. Tamsil = ungkapan yang bersanjak dan berirama, misalnya:
• Ada ubi ada talas, ada budi ada bakas
• Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar