Sabtu, 06 November 2021

PERPUSTAKAAN DAN PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME

PERPUSTAKAAN DAN PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME

A. Pendahuluan

Pada dasawarsa terakhir, wacana multikulturalisme menjadi isu penting dalam upaya pembangunan kebudayaan di Indonesia. Hal ini menurut hemat penulis didasarkan beberapa alasan. Pertama, bahwa secara alami atau kodrati, manusia diciptakan Tuhan dalam keanekaragaman kebudayaan, dan oleh karena itu pembangunan manusia harus memperhatikan keanekaragaman budaya tersebut. Dalam konteks ke-Indonesia-an maka menjadi keniscayaan bahwa pembangunan manusia Indonesia harus didasarkan atas multikulturalisme mengingat kenyataan bahwa negeri ini berdiri di atas keanekaragaman budaya.

Kedua, bahwa ditengarai terjadinya konflik sosial yang bernuansa SARA (suku, agama, dan ras) yang melanda negeri ini pada dasawarsa terakhir  berkaitan erat dengan masalah kebudayaan. Dari banyak studi menyebutkan  salah satu penyebab utama dari konflik ini adalah akibat lemahnya pemahaman dan pemaknaan tentang konsep kearifan budaya. Menurut AlQadrie (2005), Profesor Sosiologi pada Universitas Tanjungpura Pontianak, berbagai konflik sosial yang telah menimbulkan keterpurukan di negeri ini  disebabkan oleh kurangnya kemauan untuk menerima dan menghargai perbedaan, ide dan pendapat orang lain, karya dan jerih payah orang lain, melindungi yang lemah dan tak berdaya, menyayangi sesama,  kurangnya kesetiakawanan sosial,  dan tumbuhnya sikap egois serta kurang perasaan atau kepekaan sosial. Hal sama juga dikemukakan oleh Rahman (2005) bahwa konflik-konflik  kedaerahan sering terjadi seiring dengan ketiadaan pemahaman akan keberagaman atau multikultur. Oleh karena untuk mencegah atau meminimalkan konflik tersebut perlu dikembangkan pendidikan multikulturalisme.

Ketiga, bahwa pemahaman terhadap multikulturalisme merupakan kebutuhan bagi manusia untuk menghadapi tantangan global di masa mendatang. Pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu  menyiapkan bangsa Indonesia untuk siap menghadapi arus budaya luar di era globalisasi dan menyatukan bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya. Bila kedua tanggung jawab besar itu dapat dicapai, maka kemungkinan disintegrasi bangsa dan munculnya konflik dapat dihindarkan. (Suara Pembaruan: 09/09/04). Konflik antarbudaya  yang disebut oleh Samuel P. Huntington (1993) sebagai benturan antar peradaban akan mendominasi politik global. Dalam bukunya yang terkenal, The Clash of Civilization and the Remaking of World Order, Hantington menyebutkan bahwa terjadinya  berbagai  konflik sosial dan etnis di berbagai belahan dunia antara lain disebabkan oleh perbedaan kebudayaan yang semakin nyata. Untuk menghindari benturan tersebut, atau setidaknya meminimalkan dampak dari benturan tersebut menurut salah seorang penulis lepas online, pemahaman tentang keanekaragaman kebudayaan,

Beberapa uraian di atas setidaknya menggambarkan betapa pentingnya pendidikan multikulturalisme harus dilakukan, baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Dalam kerangka ini penulis ingin melihat bagaimana pendidikan multikulturalisme dilakukan oleh perpustakaan. Dengan kata lain, bagaimana perpustakaan berperan dalam mengembangkan pendidikan multikulturalisme melalui berbagai kegiatan dan layanannya.


B. Pendidikan Multikulturalisme

Pengertian Multikulturalisme

Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsudi Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa atau kebudayaan  sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai multikulturalisme mau tidak mau akan mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi  ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.

Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.

Selanjutnya Suparlan mengutip Fay (1996), Jary dan Jary (1991), Watson (2000) dan Reed (ed. 1997) menyebutkan bahwa multikulturalisme ini akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayan.

Mengingat pentingnya pemahaman mengenai multikulturalisme dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara terutama bagi negara-negara yang mempunyai aneka ragam budaya masyarakat seperti Indonesia, maka pendidikan multikulturalisme ini perlu dikembangkan. Melalui pendidikan multikulturalisme ini diharapkan akan dicapai suatu kehidupan masyarakat  yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam undang-undang dasar.

Multikulturalisme merupakan suatu perkembangan yang relatif paling anyar dalam khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu-ilmu sosial. Multikulturalisme terus berkembang sesuai dengan perubahan sosial yang dihadapi oleh umat manusia khususnya di dalam era global, era dunia terbuka dan era demokrasi kehidupan . Akan tetapi multikulturalisme yang ada pada bangsa ini sudah lama kita kenal karena bangsa ini adalah bangsa yang pluralis, yakni bangsa yang multi budaya, multi kultur, multi bahasa, multi etnis, dan multi agama. Ini adalah bukti yang nyata bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan bangsa yang multikutural.

Perkembangan Multikulturalisme juga didorong oleh keterbukaan kehidupan manusia karena terbentuknya apa yang disebut the global village. Terutama didorong oleh kemajuan teknologi komunikasi, hubungan antarmanusia di dunia ini semakin terbuka dan menyatu sehingga timbullah rasa persaudaraan dan juga rasa permusuhan yang dimungkinkan oleh hubungan global  yang semakin erat

Di negara ini perlu adanya pendidikan yang multikultural dalam arti yang luas, yakni pendidikan yang mengakomodir ragam keindonesiaan menjadi satu kesatuan nasional. Pendidikan yang menyatukan ragam kultur budaya yang ada menjadi pendidikan yang dapat menampung aspirasi keragaman yang ada.

Pendidikan pesantren modern mempunyai peranan yang besar di dalam proses pembinaan pluralisme bangsa ke arah persatuan bangsa Indonesia untuk mencapai cita-cita luhur bangsa ini, yang komunitasnya adalah berbagai suku, kultur, budaya, dan bahasa.


Pendidikan Multikultural - Religius

Istilah pendidikan multikultural – religius mengandung dua konsep pendidikan yang diintegrasikan yaitu pendidikan multikultural dan pendidikan religius. Pengintegrasian dua konsep pendidikan ini bertujuan untuk dapat membangun sistem pendidikan yang dapat mengintegrasikan dari keduanya atau mengurangi kelemahannya. Pendidikan mutikultural menekankan pada aspek kebebasan individu diintegrasikan dengan pendidikan religius agar dapat membangun kehidupan individu, yang memiliki kebebasan, tetapi tidak meninggalkan kemodernan dan nilai-nilai keagamaan yang diikuti masyarakatnya.


Pendidikan Multikultural

Pendidikan Multikultural sebagai pemikiran pendidikan yang muncul dan berkembang sejak tahun 80an sampai permulaan abad 21. Menurut James A Banks, Pendidikan multikultural adalah konsep, ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara .

Dalam rangka mencari konsep pendidikan multikultural untuk bangsa ini perlu kita penerapannya di Amerika, dan yang sangat terkenal dengan Tipologi pendidikan multikultural sebagaimana yang dikemukakan oleh Sleeter dan Grant (1987) juga di dalam buku Thomas J. La Belle and Christopher Ward; demikian juga dikemukakan dalam Banks & Banks. Terdapat lima tipologi pendidikan multikultural yang berkembang


C.   Mengembangkan Multikulturalisme Malalui Pendidikan

Multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas mempunyai peran yang besar dalam pembangunan bangsa. Indoneia sebagai suatu negara yang berdiri di atas keanekaragaman kebudayaan meniscayakan pentingnya multikulturalisme dalam pembangunan bangsa. Dengan multikulturalisme ini maka prinsip “bhineka tunggal ika” seperti yang tercantum dalam dasar negara akan menjadi terwujud. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia akan menjadi inspirasi dan potensi bagi pembangunan bangsa sehingga cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dapat tercapai.

Mengingat pentingnya pemahaman multikulturalisme dalam pembangunan bangsa, maka diperlukan upaya-upaya konkrit untuk mewujudkannya. Kita perlu menyebarluaskan pemahaman dan mendidik masyarakat akan pentingnya multikulturalisme bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain kita memerlukan pendidikan multikulturalisme yang dapat mengantarkan  bangsa Indonesia mencapai keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Mantan Menteri Pendidikan Nasional, Malik Fajar (2004) pernah mengatakan pentingnya pendidikan multikulturalisme di Indonesia. Menurutnya, pendidikan multikulturalisme perlu ditumbuhkembangkan, karena potensi yang dimiliki Indonesia secara kultural, tradisi, dan lingkungan geografi serta demografis sangat luar biasa. Menurut Rahman (2002), Dosen dari Universitas Negeri Padang, seperti dikutip dalam Surat Kabar Kampus “Ganto”, menyebutkan bahwa berdasarkan hasil diskusi pada Pelajaran kebangsaan (PK) ke-5, merekomendasikan akan pentingnya pendidikan multikulturalisme di sekolah-sekolah. Pendidikan multikultur dapat diterapkan seiring dengan kurikulum sekarang yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK), seperti pengenalan akan budaya-budaya setiap daerah yang  ada di Indonesia di sekolah-sekolah. Singkatnya, revitalisasi dan optimalisasi KBK dengan menerapkan pendidikan multikulturalisme di dalamnya,” tambah pria yang juga pernah mewakili UNP pada LKTM tingkat nasional tahun lalu.

Pentingnya pendidikan multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas, tentu bukan hanya merupakan tanggung jawab sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan formal saja, akan tetapi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, keluarga, dan institusi-institusi lainnya. Dalam kerangka ini, menurut hemat penulis, perpustakaan merupakan salah satu institusi penting dalam penyelenggaraan pendidikan multikulturalisme. Hal ini didasarkan atas berbagai fungsi yang dimiliki oleh perpustakaan, baik fungsi pendidikan, sosial, informasi, maupun pelestarian kebudayaan.

Berdasarkan dengan kegiatan pendidikan multikulturalisme di perpustakaan ini akan dibahas pada bab selanjutnya.

`` Antara Pendidikan Multikultural dan Pendidikan Berbasis Masyarakat

Undang-undang Pendidikan Nasional menyuratkan tentang pendidikan berbasis masyarakat (Community Based Education, lihat Soedijarto, 2000, hal 77) yang didalamnya disebutkan bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah :

Penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat.

Lebih lanjut dalam Bagian Kedua Pasal 55 tentang pendidikan berbasis masyarakat diuraikan :

(1) Masyarakat berhak meneyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan  kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.

(2) Penyelenggara pendididkan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan  kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan

(3) Dana penyelenggaraan pendidikan  berbasis masyarakat dapat  bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Paerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan  merata dari Pemerintah  dan/atau pemerintah Daerah

(5) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana  dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan pemerintah.

Dari ketentuan yang tersurat dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terlihat bahwa pendidikan berbasis masyarakat ditujukan untuk memperoleh output pendidikan  yang dapat berperan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun penulis kuatir, keberadaan dari pendidikan  berbasis masyarakat ini justru akan menajamkan friksi  kemajemukan masyarakat bangsa Indonesia, karena dengan penyelenggaraan pendidikan yang  diselenggarakan berdasarkan karakteristik wilayah, sosial dan budaya masayarakat Indonesia maka ego kedaerahan akan semakin  tinggi dan ini sangat berbahaya.

Namun bila pendidikan berbasis masyarakat tersebut ditujukan untuk menyelesaikan masalah krisis ekonomi di Indonesia yang kemudian mempengaruhi kemampuan negara untuk menyediakan dana pendidikan, hal ini dapat diterima. Tetapi bila model penddidikan ini akan terus dikembangkan, saya yakin akan terus dikembangkan sebab terligitimasi dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003. Maka yang perlu diantisipasi adalah kemungkinann  adanya  keberagaman dalam mutu pendidikan, yang disatu sisi hal ini akan mendukung otonomi daerah dan juga otonomi pendidikan, tetapi di sisi lain memiliki kemungkinan yang besar dalam mengancam intergrasi nasional serta mempengaruhi keberhasilan dari pembangunan karakter manusia Indonesia.

Lain dari itu terlihat juga adanya kemungkinan negara, melepas tanggung jawab dalam pembiayaan penyelenggaraan  pendidikan dimasing-masing wilayah penyelenggara, hal ini akan sangat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, perubahan  keempat tentang diharuskannya negara menyediakan dana pendidikan sekuarang-kurangnya sebesar 20 % dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBN dan APBD). Seperti terlihat pada penyempurnaan pasal 31 dann 32, yang natara lain (Soedijarto, 2003, hal 2):

“mewajibkan pemerintah untuk membiayai sepenuhnya pendidikan wajib  belajar (0asal  31 ayat (2))”, “mewajibkan negara menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari APBN dan APBD (pasal 31 ayat (4)).”

Dugaan itu ternyata memang tidak salah, sebab tujuan utama dari penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat adalah  untuk mengatasi dampak krisis ekonomi  terhadap pendidikan (Soedijarto, ibid, hal 77)

Sementara pendidikan multi-kultural  tersurat dalam beberapa pasal Undang-Undang Sisdiknas, antara lain pasal 3 yang menyatakan bahwa :

“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulai, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Kalimat menjadi warga negara yang demokratis  serta bertanggung jawab menunjukkan adanya tekad untuk melaksanakan pendidikan multikultur. Lebih lanjut dalam pasal 4 Undang-undang ini diuraikan bahwa :

(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.

(2) Pendidikan diselenggarakan sebgai suatu kesatuan yang sitemik dengan sistem terbuka dan multimakna.

Kedua ayat dalam pasal empat tersebut menyuratkan dan menyiratkan tentang pentingnya pendidikan multikultur dalam rangka mendukung proses demokratisasi dan dalam rangka terciptanya integrasi nasional.

Apa itu pendidikan multikultural (multicultural education) ? Ada banyak pengertian tentang ini, diantaranya adalah :

1. Multicultural education is a process through which individuals’ development ways of perceiving, evaluation in behaving within cultural systems, are different from their own (Gibson 1984, in Hernadez, 2001 in Semiawan 2003, pp 6)

2. we may define multicultural education as the process whereby a person “develops competencies in multiple systems of standards for perceiving, evaluating, believeing and doing “(Saifuddin based on Goodenough definition, 2003, pp. 4)

3. Muticultural education is a progresseve approach for transforming education that holistically critiques and addresses current shortcomings, failings, and discriminatory practices in education. It is grounded in ideals of social justice, education equity, and a dedication to facilitating educational experiences in which all students reach their full potential as learners and as socially aware and active beings, locally, nationall, and globally. Multicutural education acknowledges that schools are essensial to laying the foundation foor transformation of society and the elimination off oppression and justice.(Budianta, 2003, pp. 8)

4. Multicultural education as ‘a philosophy, a methodology for educational reform” or “just a set of teaching materials with pedagogical program.” (Gay dalam Budianta, 2003, hal 8)

Dari beberapa definisi tentang multicultural education terlihat bahwa  multi cultural education  sangat relevan dilaksanakan dalam mendukung proses demokratisasi, dimana adanya pengakuan hak asasi manusia,  tidak adanya diskriminasi dan  diupayakannya keadilan sosial. Disamping itu dengan pendidikan multikultural ini dimungkinkan  seseorang  dapat hidup dengan tenang di lingkungan kebudayaan yang berbeda dengan yang dimilikinya.

Seperti telah diuraikan di muka bahwa masyarakat kita ini masyarakat majemuk dan bahkan paling majemuk di dunia. Karena itu agar kemajemukan ini tidak berkembang menjadi ancaman disintegrasi harus diupayakan untuk dikelola. Bagaimaana pengelolaannya ? Pendidikan  salah satu jawaban utamanya.   Proses pembelajaran tentang manusia Indonesia harus merupakan mata pelajaran wajib di seluruh tingkatan  jenjang pendidikan. Guru, kurikulum, sarana- prasarana, gbpp dan berbagai hal yang diperlukan untuk suatu proses pembelajaran yang mendukung multikulturalisme harus disediakan oleh negara. Mengapa negara ? Negara adalah otoritas tertinggi dalam penyelenggaraan pendidikan.  Untuk membentuk manusia Indonesia yang bercirikan ke-Indonesiaan diperlukan adanya penyeragaman dalam beberapa mata pelajaran yang bersifat umum seperti Bahasa Indonesia, Sosia-Budaya Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Perbandingan Agama. Mata pelajaran ini adalah mata pelajaran yang mutlak harus diberikan untuk membentuk karakter manusia Indonesia. Selain tentunya mata pelajaran olah raga dan kesenian. Selama ini proses pembelajaran lebih cenderung mengupayakan penyeragaman, dan kurang memperhatikan keragaman masyarakat bangsa Indonesia.

Berbeda dengan pendidikan berbasis masyarakat, dimana  model seperti ini akan lebih banyak menimbulkan friksi-friksi dalam masyarakat  karena yang ditonjolkan justru ciri kedaerahan  yang justru berbeda dengan daerah lainnya. Model ini juga  akan  banyak menimbulkan masalah ketika kita membicarakan standar kualitas. Walaupun disebutkan bahwa standar kualitas yang digunakan adalah standar nasional, tetapi  dengan kemungkinan penyelenggaran evaluasi sendiri dan penentuan kurikulum sendiri serta  sarana dan prasanan pembelajaran sendiri  dan kesejahteraan guru juga sendiri, maka penulis sangat kuatir bahwa pendidikan model ini justru akan semakin mempersulit terwujudnya integrasi nasional dan sekaligus akan mempersulit terwujudnya  manusia Indonesia seutuhnya, dengan karakteristik Indonesia yang berbudaya Indonesia dan hidup dalam sistem sosial dan politik Indonesia.  Ini tantangan bagi dunia pendidikan  dimana pendidikan dihadapkan pada konteks desentralisasi dan integrasi nasional, yang menuntut pemikiran yang cermat dalam menentukan strategi pendidikan sebagai upaya untuk membangun karakter bangsa yang diwarnai dengan

Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan:

1. Kemajemukan harus dipandang sebagai suatu anugrah untuk pencapaian kualitas hidup masyarakat Bangsa indonesia

2. Bahwa Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional telah mengakomodir pendidikan multikulur untuk mencapai keharmonisan dalam kemajemukan serta untuk mencapai kehidupan Indonesia yang demokratis.

3. Bahwa ada dilema antara penyelenggaraan model pendidikan berbasis masyarakat dengan pendidika  multikultural, dimana tujuan awal dari keduanya berbeda. Namun begitu  untuk mengoptimalkan potensi daerah terutama dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pendidikan , sesuai dengan konteks otonomi daerah, pendidikan berbasis masyarakat  perlu dipikirkan formatnya, supaya penyelenggaraannya tidak semata-mata untuk menyelesaikan kekurangan dana dari negara, tetapi untuk mendukung terlaksananya pendidikan multikultur yang  ditujukan agar tercapai kehidupan Indonesia yang harmonis dan berkualitas dengan karakter Indonesia.

4. Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan multikultural, diperlukan perubahan paradigma pendidikan, dan karenanya diperlukan peningkatan kompetensi pendidik  untuk mewujudkannya, reformasi kurikulum yang mengarah pada pengakuan dan pengejawantahan kemajemukan masyarakat, serta penyusunan kembali teks books.

5. Pendidikan  adalah investasi oleh karena itu,  penyediaan dana yang cukup, paling tidak sesuai dengan ketentuaan dalam Undang-undang Dasar 1945  penyempurnaan yang keempat, yaitu sekurang-kurangnya 20 % dari APBN dan APBD, dapat segera terwujud. Tentunya dengan catatan dana tersebut tidak digerogoti oleh para koruptor yang bekerja di bidang pendidikan.

6. Kita ini orang Indonesia, maka pendidikan kita juga harus pendidikan yang sesuai dengan kepentingan Indonesia, tertutama kepentingan untuk mewujudkan karater Indonesia dengan kemajemukannya.


D. Pendidikan Multikulturalisme Di Perpustakaan

Salah satu fungsi utama suatu perpustakaan adalah fungsi edukasi atau fungsi pendidikan. Perpustakaan merupakan salah satu bentuk pusat atau lembaga pendidikan. Perpustakaan sebagai pusat pendidikan akan tergambar dari pemanfaatan perpustakaan sebagai salah satu alternatif bagi masyarakat dalam proses pembelajaran. Perpustakaan merupakan lembaga pendidikan non formal di mana seseorang, baik individu maupun kelompok dapat menggunakan perpustakaan sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan  yang diperlukan dalam kehidupan. Dengan demikian, sebagai suatu pusat atau lembaga pendidikan maka perpustakaan diharapkan dapat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk  watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam  rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan nasional Tahun 2003.


a) Gerbang Multikultural

Perpustakaan seperti ditulis oleh Greenhalgh dan Worpole (1995) merupakan suatu gerbang bagi kebudayaan secara luas (a entry point to the wider culture) dan sebagai gerbang kebudayaan maka perpustakaan haruslah merupakan tempat yang ‘bebas noda’ atau netral dari keberpihakan (libraries is non-stigmatizing places). Perpustakaan hendaknya menjadi tempat penyimpanan beragam manusia dimana seseorang dapat mengenal dan memahami beragam kebudayaan yang dimiliki oleh manusia.

Pernyataan Greenhalgh dan Worpole tersebut sejalan dengan fungsi perpustakaan itu sendiri. Suatu perpustakaan apapun jenisnya berfungsi sebagai sarana pelestari berbagai khazanah kebudayaan manusia. Hasil-hasil karya manusia dalam berbagai jenis yang merupakan hasil budi daya manusia akan disimpan dan dilestarikan sebagai suatu khazanah (Sulistyo-Basuki, 1993). Sebagai tempat penyimpanan dan pelestari khazanah kebudayaan manusia, perpustakaan mempunyai tugas utama dalam hal penyediaan berbagai jenis subjek dan bentuknya, baik tercetak, non cetak maupun elektronik. Dengan pemahaman ini maka suatu perpustakaan akan mengumpulkan berbagai jenis hasil karya intelektual manusia sebagai suatu kebudayaan yang direkam dalam media rekam informasi. Berbagai buku, jurnal, pamlet, makalah, laporan penelitian, kaset, kaset video, disket, disk,. sampai alat penyimpan informasi elektronis lainnya merupakan sumber-sumber informasi atau koleksi perpustakaan. Sumber-sumber informasi ini berisi beragam jenis subjek yang merefleksikan aspek-aspek kebudayaan manusia.

Pendidikan multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas memerlukan pengenalan terhadap beragam kebudayaan yang dimiliki oleh umat manusia dari beragam suku bangsa, ras atau etnis, dan agama. Keragaman koleksi yang mencakup berbagai subjek dan aspek-aspeknya merefleksikan keterbukaan perpustakaan terhadap isu-isu pluralisme dan multikulturalisme. Semakin akomodatif kebijakan suatu perpustakaan terhadap berbagai sumber-sumber informasi dari beragam kebudayaan maka berarti perpustakaan tersebut telah menunjukkan kepeduliannya terhadap pendidikan multikulturalisme. Demikian pula sebaliknya, jika koleksi perpustakaan hanya terdiri dari satu jenis subjek atau mempunyai subjek yang terbatas, berarti perpustakaan tersebut kurang menyebarluaskan pendidikan multikulturalisme. Dalam kerangka pendidikan multikulturalisme ini pada dasarnya koleksi perpustakaan yang multikultural merupakan bagian dari materi pendidikan yang disediakan bagi para pemakai perpustakaan. Melalui pemanfaatan koleksi perpustakaan yang multikultural tersebut diharapkan pemakai perpustakaan mengenal dan memahami beragam kebudayaan yang dimiliki oleh umat manusia yang pada gilirannya akan tumbuh saling pengertian dan menghargai perbedaan kebudayaan di antara sesama.

Dalam hal ini satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa perpustakaan tidak boleh dijadikan sarana propaganda bagi satu kebudayaan atau faham tertentu sebab hal ini akan bertentangan dengan konsep multikulturalisme. Dalam kerangka ini maka perpustakaan harus menjadi lembaga yang inklusif, dan bukan eklusif terhadap beragam kebudayaan umat manusia.


b) Dialog Kebudayaan

Pendidikan multikulturalisme meniscayakan adanya dialog kebudayaan sehingga di antara keragaman kebudayaan yang ada tidak akan terjadi benturan, apalagi menjadi sumber konflik. Tibi (1996) menyatakan bahwa dialog kebudayaan merupakan cara terbaik dalam membuat saling pengertian guna menegakkan perdamaian di dunia. Kemudian, bagaimana dialog kebudayaan tersebut terjadi di perpustakaan?

Menurut Gates (1994), sejarah perpustakan di dunia sejak awal hingga kini telah meniscayakan bahwa perpustakaan berkaitan erat dengan cara penyimpanan atau pelestarian (preserving) dan pengalihan (transmiting)  informasi dan pengetahuan dalam berbagai bahan dan bentuk fisiknya yang digunakan untuk berbagai tujuan. Juga, berkaitan dengan cara penyimpanan dan pengelolaan agar dapat secara mudah diakses atau digunakan oleh  para penggunanya. Dengan pemahaman ini, berarti bahwa perpustakaan sebagai suatu institusi tidak hanya mempunyai tanggung jawab dalam hal penyediaan sumber-sumber informasi saja, akan tetapi juga bertanggung jawab terhadap penyebarluasan sumber-sumber informasi tersebut kepada masyarakat tetap. Dalam hal ini, diharapkan suatu perpustakaan dapat menyediakan berbagai layanan dan kegiatan yang dapat membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat terhadap kekayaan informasi; tidak hanya terbatas yang dimiliki oleh perpustakaan, akan tetapi juga yang terdapat di luar perpustakaan. Peran sebagai penyediaan akses ini pada dasarnya merupakan refleksi dari tanggung jawab perpustakaan dalam hal penyebarluasan informasi, dan sebagai bentuk kepedulian terhadap kehidupan masyarakat. Tanggung jawab perpustakaaan dalam hal penyebaran informasi tentu tidak terbatas pada pemberian layanan yang bersifat rutinitas dan cenderung bersifat pasif atau menunggu pemakai mendatangi perpustakaan, akan tetapi hendaknya dipahami sebagai suatu tanggung jawab sosial suatu perpustakaan.

Dalam konteks pendidikan multikulturalisme maka berbagai layanan dan kegiatan yang diselenggarakan  oleh perpustakaan sebagaimana dinyatakan oleh Greenhalgh dan Worpole (1995) akan menyediakan suatu dialog atau titik hubungan antara individu dengan masyarakat dengan berbagai karakteristik budaya. Hubungan atau dialog ini terjadi melalui suatu media seperti buku, majalah, film, dan sumber-sumber informasi lainnya yang tersedia di perpustakaan. Melalui penyediaan dan pemanfaatan sumber-sumber informasi yang tersedia di perpustakaan,  para pemakai perpustakaan yang mempunyai latar belakang kebudayaan berbeda dapat mengenali sekaligus memahami berbagai kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat lainnya.

Di samping itu, selain melalui pemanfaatan sumber-sumber informasi, dialog kebudayaan ini dapat terjadi secara langsung di antara pemakai perpustakaan, antara satu pemakai dengan pemakai lainnya, dan antara pemakai dengan pustakawan yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Semakin intens atau sering pemakai memanfatkan layanan perpustakaan maka semakin sering suatu dialog terjadi. Keanekaragaman atau variasi layanan dan kegiatan yang disediakan atau diselenggarakan oleh perpustakaan akan berpengaruh terhadap tingkat kualitas dari suatu dialog kebudayaan.

Dengan semakin sering terjadi dialog, baik antara pemakai dengan sumber-sumber informasi yang tersedia di perpustakaan, antara pemakai dengan pemakai lainnya, maupun antara pemakai dengan pustakawan, diharapkan dapat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang dalam memakai dan mempersepsikan perbedaan dan keragaman kebudayaan. Berbagai bentuk dialog tersebut diharapkan dapat menanamkan sifat toleran, tidak memaksakan kehendak dan “kebenaran” pribadinya kepada pihak lain.


c) Apresiasi Budaya

Selain sebagai gerbang keanekaragaman kebudayaan dan sebagai tempat terjadinya dialog antarabudaya, perpustakaan juga merupakan tempat apresiasi kebudayaan. Keragaman koleksi perpustakaan yang multikultural yang tersusun dengan baik dan sistematis merupakan bentuk peragaan dan pameran kebudayaan. Display koleksi umum maupun koleksi terbaru perpustakaan yang terpanjang di ruang publik yang menawarkan refleksi keanekaragaman kebudayaan baik masa lalu maupun masa kini merupakan bentuk apresiasi budaya.

Disamping itu, berbagai kegiatan lain seperti pameran buku, bedah buku, lokakarya, penayangan  film dokumenter dan kebudayaan, dan berbagai kegiatan lainnya dapat diselenggarakan oleh perpustakaan dalam rangka mengenalkan keragaman kebudayaan umat manusia. Berbagai event nasional maupun internasional, baik yang bersifat sosial, budaya dan keagamaan dapat menjadi moment terpenting dalam mengenalkan keanekaragaman kebudayaan manusia. Misalnya, pada event Maulid Nabi dapat  dipamerkan buku-buku berkenaan dengan  ketokohan dan kepribadian Nabi Muhammad SAW, demikian pula pada event-event keagamaan lainnya. Pada peringatan Sumpah Pemuda (28 Oktober), juga dapat digunakan sebagai sarana mengenalkan beragam kebudayaan daerah di Indonesia.

Berbagai kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat mengenalkan keragaman kebudayaan sekaligus untuk meningkatkan apresiasi terhadap keanekaragaman kebudayaan yang ada sebagai bagian dari kegiatan pendidikan multikulturalisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

 

 

 

 

 

 Bimbel Aqila Magelang

Bimbel Aqila Magelang

Offline di Magelang
Online di Indonesia

Tanjunganom Banjarnegoro Mertoyudan Magelang
WhatsApp 085640451319
Daftar Video dan Modul Belajar Lainnya bisa di download di Aplikasi Klik Disini
Daftar Harga Les di Bimbel Aqila Magelang
 

Bimbel SD 8 Sesi


  • Privat di Bimbel - Rp 240K
  • Privat di Rumah - Rp 280K
  • Private Online - Rp 280K
  • Kelompok di Bimbel - Rp 100K 

 

Bimbel SMP 8 sesi


  • Privat di Bimbel - Rp 280K
  • Privat di Rumah - Rp 320K
  • Privat Online - Rp 280K
  • Kelompok di Bimbel - Rp 115K 

 

Bimbel SMA 8 Sesi


  • Privat di Bimbel - Rp 400K
  • Privat di Rumah - Rp 400K
  • Privat Online - Rp 400K
 
SBMPTN - UTBK - Saintek - 17 Sesi
Privat di Bimbel / Online - Rp 1.360K


SBMPTN - UTBK - Soshum - 12 Sesi
Privat di Bimbel / Online - Rp 1.200K

Privat Mengaji
  • di Bimbel Rp 20K/45 menit
  • di Rumah Rp 35K/45 menit
 
Pendaftaran - Rp 50K
WhatsApp 085640451319

 

 
 
 

Aplikasi Absen Bimbel

Aplikasi Android Absensi sederhana untuk Les di Bimbel maupun Privat di rumah dilengkapi Notifikasi dalam bentuk WhatsApp ke Ortu.
Absen dilakukan oleh Tutor dengan memilih Siswa, lalu bisa ditambahkan keterangan baik Nilai Proses, Materi atau repot apa yang terjadi selama les.
 
Fungsi
  • Rekap Bulanan Absen per Tutor bisa digunakan sebagai acuan penggajian
  • Rekap Absen per Siswa bisa digunakan sebagai acuan pembayaran
  • Rekap Absen Harian
  • Notifikasi dalam bentuk WhatsApp ke Ortu dan Siswa lengkap dengan Keterangan seperti Nilai Proses atau Materi yang di input oleh tutor saat Absen.
  • Eksport data Absen per Siswa atau Tutor dalam bentuk Text lebih mudah tanpa harus buka di excel.
Digunakan untuk
  • Bimbel yang membutuhkan Rekapitulasi Absen untuk melengkapi kegiatan Les.
  • Bimbel yang belum memiliki Komputer dan Wifi karena semua kegiatan cukup dilakukan dengan HP.
Kelemahan
  • Hanya tersedia di HP Android
  • Belum bisa Import data secara langsung, Untuk itu Kami bisa bantu Import apabila lebih dari 30 siswa. Gratis untuk sekali Import yaa.., Selanjutnya ada Biaya 50 ribu per sekali Import. Syarat! sudah dalam bentuk excel file kirimkan melalui WhatsApp.
 
Contoh Aplikasi Download dan Install 
 
Mencoba Login jadi Admin
  • Nomor HP Bimbel 012345678910
  • Nomor HP 012345678910
  • Password 12345
 
Login Jadi Tutor
Untuk mencoba menjadi Tutor silahkan input data Tutor dengan Data diri Anda Sendiri dan silahkan login dengan HP lain.
Untuk mencoba jadi siswa silahkan input data siswa dengan Nomor HP lain (Siswa Tidak perlu Install).
 
Video Penjelasan Klik Disini
 

Ada 2 Paket Pembelian yang bisa dipilih

 
Paket Ekonomis, 
 
  • Rp 100 ribu 
  • Sudah termasuk Kuota 3000 Notifikasi WA
  • Selanjutnya Rp 20 per Notifikasi WA
  • memakai Aplikasi yang sudah ada.
 
Aplikasi Server WhatsApp Mandiri,
 
  • Harga 3 jt
  • Sudah termasuk Kuota 20.000 Notifikasi WA
  • Sudah termasuk HP untuk Server (Harga HP sekitar 1,3 jt an)
  • Selanjutnya Rp 10 per Notifikasi WA untuk biaya database.
  • Dengan adanya server WhatsApp sendiri, Chat WA Masuk bisa terpantau di Komputer.
  • lama pembuatan 15 s.d. 30 hari.
  • Syarat menyediakan HP Android os.7.+ yang akan hidup 24 jam online di lokasi Anda sendiri yang bertugas menerima data dan mengirim dalam bentuk WhatsApp.
  • Video Penjelasan Server WA Klik Disini
 
Asumsi Biaya Notifikasi
  • Untuk Bimbel 50 siswa biaya Notif WA Bulanan sekitar Rp 12 ribuan. 
 
WhatsApp 081391005464
 
 
 
  

Aplikasi Bimbel

 
Fungsi Utama
  • Database Siswa dan Tutor.
  • Pencatatan Kehadiran, Pembayaran, Jadwal dan Nilai.
  • Admin buka dalam bentuk Website, Untuk Siswa dan Tutor buka di Aplikasi Android.
  • Pencarian Cepat Status Siswa (Menunggak Bayar dan Hadir Terakhir Kapan).
  • Absen Siswa dilakukan di HP Tutor (Login), dan akan dikirimkan Notif ke Ortu bahwa siswa telah hadir, begitu pula dengan Pembayaran dan Nilai.
  • Broadcast Info seperti Jadwal, Tidak masuk Les dll.
 
Ada 2 Paket yg bisa dipilih 
  • Aplikasi Go Bimbel - Harga Rp 300 ribu
  • Aplikasi Android dengan Nama Bimbel Sendiri - Harga 1,3 juta - lama pembuatan 15 harian
 
Contoh Aplikasi Bimbel untuk Simulasi
Admin, Ketik contohadmin.aqilacourse.net dengan Google Chrome di Laptop
Nomor HP  1   Password 1
 
Siswa dan Tutor. buka di Aplikasi Androidnya Download dan Install
 
Biaya Berjalan
  • Biaya Tahunan Rp 100 ribu
  • Biaya Info Rp 20/kirim (Optional)
Video Penjelasan Penggunaan Klik Disini
 
Setelah Pembayaran
Anda akan mendapat Akun ke gobimbel.net dan  Aplikasi Android Go Bimbel
 
WhatsApp 081391005464
 
 
 
 

Aplikasi Admin Rental Mobil

 
Fungsi :
  • Booking Mobil oleh Admin / Agen
  • Data Mobil Keluar Hari ini
  • Pencarian Mobil yg Ready
  • Rekap Setoran Harian, Rekap Bulanan
  • Bisa dibuka di Banyak HP dgn Data yg Sama
 
Download Aplikasi Administrasi Rental Mobil - Klik Disini
  
Coba Login jadi Admin
  • HP Pemilik 012345678910
  • Nomor HP 012345678910
  • Password 12345
 
Harga
  • Memakai Aplikasi yg sudah ada Rp 400 rb akan mendapatkan Akun untuk Login Jumlah Mobil dan Agen tidak terbatas.
  • Aplikasi Sendiri dengan Nama Rental Sendiri Rp 2,5 juta (Lama pembuatan sekitar 15 hari)
  • Aplikasi Master bisa menjual lagi Akun di dalam Aplikasi Rp 7 juta (lama pembuatan sekitar 30 hari)
 
Info Lengkap - Klik Disini
WhatsApp 081391005464
 
 
 
 

Modul Bimbel Kurikulum Merdeka Download Gratis dalam bentuk PDF

Modul Bimbel Kurikulum Merdeka Download Gratis dalam bentuk PDF Tidak perlu basa-basi langsung klik aja link-link berikut, file ada di Googl...

Arsip Blog