PENDIDIKAN MASA DEPAN
A. PENGERTIAN, ASAS, LANDASAN, DAN ARAH PENDIDIKAN ISLAMI
1. Pengertian Pendidikan Islami
Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang ditujukan oleh individu atau orang banyak yang memberikan bekas dan pengaruh pada pola hidup mereka yang menjadi peserta didik.
Pendidikan islami meliputi perhatian, nasehat, didikan, dan asuhan yang membantu dalam membentuk pola hidup seseorang dan membantu dalam menumbuhkan berbagai segi pertumbuhan seorang individu baik itu dari segi akal, tubuh, sosialisasi, kepribadian,dan akhlak. Maka dari itu Allah Ta’ala memerintahkan seorang muslim untuk berdoa kepada Allah Ta’ala agar menyayangi kedua orang tuanya yang mendidiknya dari kecil (memperhatikan urusan-urusannya, mendidiknya, mengasuhnya, dan menasehatinya). Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا.
Artinya : “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (al-Isra’ : 24)
2. Asas Pendidikan Islami
Masyarakat Islam yang berdiri tegak di atas manhaj / ketentuan AllahTa’ala yang senantiasa memperhatikan individu dan masyarakat, materi dan immateri, dunia dan akhirat secara bersamaan dan seimbang.
Maka tarbiyah/pendidikan yang ada di dalam masyarakat Islam adalah tarbiyah Rabbaniyatul Ghayah (berorientasi ketuhanan atau pendidikan yang berdasar / berasas Islam itu sendiri yang merupakan Addien yang diturunkan Allah Ta’ala, lihat QS. Ali-Imron 19 dan 85), yang hadaf atau tujuan dan sarananya ditetapkan dengan jelas dan bertujuan membentuk dan mewujudkan pribadi yang shalih dan masyarakat yang shalih (baik) secara utuh dan menyeluruh yang tentu saja meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia sebagai individu maupun masyarakat secara sekaligus.
Bukan seperti pendidikan Yunani kuno yang menitikberatkan pendidikan fisik. Bukan pula seperti pendidikan agutinisme yang mengutamakan aspek kejiwaan dengan mematikan aspek jasmani. Juga bukan pendidikan sufisme ataupun pendidikan wujudiyah / kapitalisme dan komunisme (keduniaan semata).
Pendidikan islami mengarahkan aspek keimanan (imaniyah), kejiwaan (ruhiyah), pemikiran (fikriyah), akhlaq (khuluqiyah), sensivitas diri (‘atifiyah), jasmani (jasadiyah), kehendak / motivasi untuk maju (irodah), pendidikan sex (jinsiyah), dan kemasyarakatan (ijtima’iyah). Jadi, masyarakat Muslim itu memiliki kaidah-kaidah / rumus tarbiyah / pendidikan tersendiri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan islami berasaskan kepada Islam itu sendiri yakni kepasrahan, ketundukkan, ketaatan kepada Rabbul ‘Alamin dengan cara menegakkan tauhid. Selanjutnya asas ini pun steril dari kesyirikan dan pelaku syirik dan sejenisnya. Tidak ada campur aduk antara yang haq (Islam) dengan yang bathil (selain Islam).
3. Landasan Pendidikan Islami
Pendidikan Islami dilandasi oleh 3 landasan yaitu :
a. Landasan Filosofis
Maksud dari landasan ini adalah ideologi. Islam memiliki system ideologi yang berbeda dengan selain Islam (Ideologi kapitalisme, komunisme, ateisme, sosialisme, dan lainnya). Ideologi Islam tercermin di dalam syahadatain yakni At-Tauhid (syahadat pertama) dan untuk merealisasikannya dengan cara mencontoh / mengikuti (ittiba’) kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam (syahadat kedua). Dan kedua syahadat ini dibangun rukun Islam dan rukun Iman.
b. Landasan Konstitusional Pendidikan
Untuk membangun dan mengembangkan pendidikan, harus merujuk kepada kebijakan Sang Pencipta manusia itu sendiri (Syari’at Islam, yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang keduanya merupakan wahyu Allah Ta’ala). Mengapa demikian ? Sebab Allah Ta’alalah yang Maha Tau tentang manusia. Selanjutnya mengikuti contoh yang telah diperagakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebab beliaulah orang yang ditunjuk Allah Ta’ala sebagai operasionalisasi kebijakan Allah Ta’ala. Sebagaimana diterangkan dalam sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini :
“Kutinggalkan kepada kalian dua perkara Jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Keduanya adalah Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Imam Malik, Al-Muwatha’ : 1594).
c. Landasan Operasional
Memperhatikan upaya para cerdik pandai dan ulama pada bidangnya masing-masing untuk masa kini di tempat sebuah pendidikan yang dibangun dan dikembangkan. Sudah tentu landasan ini lebih disesuaikan dengan situasi dan kondisi kemampuan setiap wilayah dan keanekaragaman sumber daya yang tersedia. Baik sumberdaya manusia, dana, material, maupun yang lainnya.
Landasan operasional pendidikan Islami ini dikembangkan dan sebagai bukti (realisasi) dari asas, landasan ideologi, dan landasan konstitusional di atas. Maka dari itu para cerdik pandai selayaknya menetapkan landasan kerja/operasional pendidikan Islami yang meliputi:
a) Pertimbangan psikologis
b) Pertimbangan sosiologis
c) Pertimbangan historis
d) Pertimbangan ekonomis
e) Pertimbangan politis
f) Pertimbangan manajerial dan administratif.
4. Arah Pendidikan Islami
Berdasarkan asas (Islam) atau landasan pendidikan islami (Syahadatain, syari’at Islam : Al-Qur’an dan As-Sunnah shohihah (wahyu), dan ijma’ salaful ummah (para sahabat), serta ijtihad ulama dan para cerdik pandai di bidangnya masing-masing, tergambarlah dengan jelas arah pendidikan Islami yakni membangun individu dan ummah (masyarakat) yang berada dalam tatanan yang diridhai Allah Ta’ala dengan mencontoh Rasul ullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mendapat kam kebahagiaan dunia dan Akhirat, Sebagaimana doa yang senantiasa kita panjatkan yakni :
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار...
Artinya: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Al-Baqarah : 201).
B. PENGARUH PENDIDIKAN ISLAMI DAN MASALAHNYA PADA MASA DEPAN UMAT DAN BANGSA
Masyarakat islam yang berdiri tegak di atas manhaj / ketentuan allah ta’ala yang senantiasa memperhatikan individu dan masyarakat, materi dan immateri, dunia dan akhirat, secara bersamaan dan seimbang. Masyarakat islam akan memperhatikan individu sejak kelahirannya, mengatur hubungannya dengan rabb-nya , juga akan mengatur hubungannya dengan jiwanya sendiri, keluarga, lingkungan sekitarnya dan masyarakat pada umumnya. Maka tarbiyah / pendidikan yang ada di dalam masyarakat islam adalah tarbiyah rabbaniyatul ghayah (berorientasi ketuhanan atau pendidikan yang berdasar / berasas islam itu sendiri yang merupakan addien yang di turunkan allah ta’ala. (Lihat QS. Ali Imran : 19 & 85), yang hadaf atau tujuan dan sarananya di tetapkan dengan jelas dan bertujuan membentuk dan mewujudkan pribadi yang shalih dan masyarakat yang shalih (baik) secara utuh dan menyeluruh dan tentu saja meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia sebagai individu maupun masyarakat sekaligus.
Pendidikan islami memberikan layanan pendidikan secara utuh, menyeluruh, & seimbang pada seluruh aspek pertumbuhan dan perkembangan manusia dan masyarakat. Pendidikan islami mengarah aspek keimanan (imaniyah), kejiwaan (ruhiyah), pemikiran (fikriyah), akhlaq (khuluqiyah), 'athifiyah (sensivitasdiri), jasmani (jasadiyah), kehendak/motivasi untuk maju (irodah), dan kemasyarakatan (ijtima'iyah). Jadi, masyarakat muslim itu memiliki kaidah-kaidah / rumustarbiyah / pendidikan tersendiri.
Tidak akan sesuai lagi bagi mereka pola (system) tarbiyah / pendidikan apapun yang di bangun di atas falsafah sesat, seperti komunis & kapitalis menerapkan selain tarbiyah / pendidikan islamiyah didalam masyarakat muslim, akan mendatangkan bencana, kecelakaan, dan menghapus pendidikan, maka mereka akan berusaha menyingkirkan asal yang bertentangan dengan mereka . ini sebuah sunnatullah / merupakan ketentuan allah bahwa sesuatau yang saling bertolak belakang dan bertentangan, maka akan saling berhadapan, sehingga yang kuat dan berkuasa didunia ini akan menyebarkan falsafah dan pemikiran tarbiyahnya / pendidikannya kepada umat-umat yang kalah dan lemah.
Demikianlah, jika kita membuka lembaran sejarah umat islam, lalu mengambil ibrahnya, bahwa umat islam dahulu adalah pemimpin bagi komunitas manusia yang ada hingga dua power kala itu (Persia dan Romawi) takluk di masa kekhilafahan umar bin khattab, demikian itu, karena umat islam waktu itu mampu mengemban tanggung jawabnya secara utuh, baik di dalam pemikiran, pendidikan kemiliteran (tarbiyah askariyah) dan politik (siasah), maka tersebarlah pemikiran islam, aqidah, kebudayaan dan kaidah-kaidah attarbiyah islamiyah (pendidikan islam) keseluruh penjuru bumi.
Tarbiyah islamiyah / pendidikan islami telah mampu mengurai benang-benang kusut yang menyebabkan kemunduran. Selanjutnya berlaku padanya sunnah pergiliran didalam meraih kemajuan dan mengecap keterbelakangannya sunnatullah yang tak pernah berubah dan tak tergantikan mana kala kaum muslimin meninggalkan keislamannya, maka allah ta’ala gilirkan untuk dikuasai oleh selain pemeluk islam allah swt berfirman :
سُنّةُ الله في الذين خلوا من قبل ولن تجد لسنة الله تبديل
“sebagai sunnah allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelummu dan kamu sekali kali tiada akan mendapat perubahan pada sunnah allah” (QS.al-ahzab: 26)
استكبارا في الارض و مكر السي ولا يحيق المكر السئ إلاّ بأهله فهل ينظرون إلاّ سنت الأ وّلين فلن تجد لسنّة الله تبديلا ولن تجد لسنّة الله تحويلا
“karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena (rencana) mereka yang jahat itutidak akan menimpa selain orang yang merencanakanya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan berlakunya sunnah (allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu, maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat pengganti bagi sunnatullah , dan sekali-kali kamu tidak akan menemui penyimpangan didalam sunnatullah.”(QS. Al-fathir : 43 )
C. ALASAN PENERAPAN PENDIDIKAN ISLAMI
Agama islam adalah agama yang dapat menuntun pemeluknya untuk meraih keselamatan dunia dan akhirat. agama ini juga akan membawa manusia untuk meraih kesejahteraan hidup, kedamaian, keamanan yang sejati. Agama ini juga dapat menjadikan pemeluknya dapat menjaga kesucian diri (tidak bergelimang didalam kemaksiatan dan kekotoran jiwa).
Dengan agama ini, manusia, hewan, dan alam semesta akan dapat terjaga, sehingga tercapailah keselamatan, keselarasan, dan keharmonisan. Bagaimana tidak ? sebab agama islam adalah agama yang dapat mengarahkan pemeluknya untuk taat, tunduk, dan patuh terhadap aturan sang pencipta alam (Allah taala)
Di dalam aturan tersebut, manusia di perintahkan untuk tidak sewenang-wenang, baik terhadap diri sendiri, manusia lainnya, hewan, dan tumbuh-tumbuhan serta ekosistemnya. Juga manusia akan terbimbing untuk tidak sewenang-wenang terhadap penciptanya yakni Allah taala, sehingga manusia dapat memenuhi hak-Nya.
Kalaupun tanpa beragama islam, manusia dapat meraih kesuksesan hidup di dunia di dalam pandangan mata kebanyakan manusia yang jauh dari tuntunan wahyu, maka sesungguhnya kesuksesan yang dikatakan mereka, hanyalah semu, tipuan, dan fatamorgana belaka, yang akan menjadi sesalan sepanjang hidup mereka di akhirat kelak. Allah berfirman,
قال اهبطا منها جميعا بعضكم لبعض عدوّ فإما يأتينكم مني هدى فمن اتبع هداى فلا يضل ولا يشقى ۞ ومن أعرض عن ذكرى فإن له معيشة ضنكا ونحشره يوم القيامة أعمى ۞
“Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh sebagian yang lain. Maka jika datang kepadau petunjuk dari-ku, lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-ku, ya tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dlam keadaan buta”. (QS. Thaha: 123 - 124)
Kini sudah waktunya kaum muslimin di dalam menyelenggarakan pendidikan tidak lagi mengikuti system pendidikan sekuler. Sesungguhnya jika memiliki ALQUR’AN dan ASSUNNAH yang diatas keduanya kita membangun system pendidikan yang selamat, tidak sesat, tidak sekuler. Itulah system pendidikan islam. Allah berfirman,
عظيم۞ لظلم الشرك إن بالله تشرك لايبني يعظه وهو لإبنه لقمن وإذ قال
“dan ingatlah ketika luqman berkata kepada anaknya, diwaktu iya memberi pelajaran (mendidik) kepadanya, “hai anakku, janganlah kamu menyekutukan allah, sesungguhnya menyekutukan allah benar-benar kedzaliman yang besar.” (QS.Luqman: 13)
Ayat diatas merupakan salah satu contoh yang diperagakan luqman sebagai hamba allah SWT yang shalih, bahwa proses pendidikan dan pengajaran adalah mengarahkan da membbingbing anak didik untuk menyadari fungsi dirinya sebagi hamba allah taala, bukan hamba selain-nya. Sehingga apapun profesi anak kelak, maka keimanan atau ketaqwaan akan menjadi landasan hidupnya. Pada akhirnya , kelak anak didik hidup di dalam masyarakatnya berada di dalam beribadah kepada-nya semata.
Al-qur’an dan As-sunnah jika dipegang teguh akan menjadikan kader tersebut selamat dunia dan akhirat. Dengan demikian, pendidikan islam merupakan pendidikan yang menyelamatkan, mendamaikan, mensejahterakan, dan membuat baik kader di dunia hingga akhirat. Siapa yang menghendaki seperti ini, maka rujuklah kepada keduanya didalam setiap urusan.
D. PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA PADA SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Secara historis diketahui bahwa sejak pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkna sistem pendidikannya yang bersifat sekuler, keadaan pendidikan di Indonesia berjalan secara dualistis. Pendidikan kolonial yang tidak memperhatikan nilai-nilai agama dengan pola Baratnya berjalan sendiri, sementara pendidikan islam yang diwakili pesantren dengan tidak memperhatikan pengetahuan umum juga berjalan sendiri.
Keadaan tersebut sangat merugikan bangsa Indonesia, terutama umat islam. Biasanya lembaga pendidikan pesantren melahikan out-put yang mempunyai pengetahuan agama sangatmendalam, tetapi miskin sekali pengetahuan umumnya sehingga tidak jarang mereka buta hufuf latin. Sebaliknya sekolah-sekolah modern Belanda melahirkan out put yang berpengetahuan umum yang luas, namun miskin akan nilai-nilai dan pengetahuan agama. Kenyataan ini diperparah lagi dengan sikap para ulama yang sangat nonkooperatif terhadap apa yang berbau kolonial sehingga sampai menyatakan bahwa apa yang datang atau produk dari kolonial tersebut kafir.
Dalam kurikulum pendidikan Nasional Indonesia, pendidikan keagamaan merupakan bagian terpadu yang dimuat dalam kurikulum pendidikan maupun melekat pada setiap mata pelajaran sebagai bagian dari pendidikan nilai. Oleh kerena itu, nilai-nilai agama akan selalu memberi corak kepada pendidikan nasional.
Pada pelaksanaannya, pendidikan keagamaan dalam sistem pendidikan nasional, baik yang berada pada jalur sekolah maupun pendidikan luar sekolah, paling tidak tampil dalam beberapa bentuk atau kategori yang secara substansial memiliki perbedaan, baik dalam sifatnya maupun implikasi pelaksanaanya, sebagai mana berikut ini.
1. Keberadaan Mata Pelajaran Agama
Di dalam UU Nomor 2 tahun 1989 dikemukakan bahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang memepersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang agama yang bersangkutan, dan diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan. Dalam pengertian ini, pendidikan agama merupakan salah satu bahan kajian dalam kurikulum semua jenis dan jenjang pendidikan di Indonesia.
2. Lembaga Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan
Berkenaan dengan lembaga yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan ini, ada tiga bentuk, yaitu :
• Pesantren;
• Madrasah-madrasah keagamaan (diniyah)
• Madrasah-madrasah yang termasuk pendidikan umum berciri khas agama, yaitu Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.
Dalam sistem pendidikan nasional, pesantren yang mempunyai akar kuat dalam masyarakat Islam Indonesia merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah. Di pesantren secara intensif agama dipelajari, didalami, dan dikaji.
Kemudian sistem yang lebih struktur dari apa yang terjadi di Pesantren adalah madrasah diniyah (keagamaan) yang terdiri atas madrasah diniyah awaliyah dan madrasah diniyah wustha. Materi yang dipelajari di madrasah diniyah adalah keagamaan, namun berbeda dengan di pondok pesantren umumnya. Di madrasah diniyah materi telah lebih terstruktur dan berjenjang.
Sementara itu MI, MTs, dan MA merupakan pendidikan umum yang mempunyai ciri khas agama, yaoutu agama Islam. Meslipun ketiganya telah menjadi pendidikan umum berciri khas Islam, lembaga pendidikan ini tetap memberikan porsi besar pada materi pendidikan keagamaan dibanding dengan di pendidikan umum nonkeagamaan.
3. Meletakkan Nilai-Nilai Agama pada Setiap Mata Pelajaran
Bentuk ketiga ini pada dasarnya lebih subtil, namun mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan nilai-nilai keagamaan pada anak didik. Sebagai contoh dalam hal ini adalah pendidikan MIPA. Melalui pendidikan ini siswa mempelajari substansi ke MIPA-an yang terdiri atas dalil-dalil, teori-teori, generalisasi-generalisasi, prinsip-prinsip dan konsep-konsep MIPA. Dengan penguasaan ini, mereka dapat menerapkan MIPA untuk tujuan pemecahan masalah dan pengembangan iptek. Di samping substansi ke MIPA-an, ada dimensi nilai yang terkandung dalam pendidikan MIPA. Misalanya, siswa dapat belajar untuk lebih mencintai lingkungan, sadar akan keuntungan MIPA bagi kehidupan manusia, dan sadar pula akan implikasi dari penerapan MIPA terhadap kehidupan manusia jika disalahgunakan untuk tujuan-tujuan destruktif.
4. Penanaman Nilai-nilai Agama di Keluarga
Keluarga merupakan bagian dari pendidikan dari pendidikan luar sekolah sebagai wahana pendidikan agama yang paling ampuh.
Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa keluarga adalah tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi seseorang, dengan orang tua sebagai kuncinya. Dalam hal ini Alquran secara tegas mengungkapkan tentang peranan orang tua untuk mendidik anak-anaknya, seperti yang dinyatakan dalam surat at-Tahrim: 6, yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam mengembangkan watak, kepribadian, nilai –nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan moral, serta keterampilan sederhana.
Walaupun lembaga pendidikan dalam bentuk persekolahan sudah sedemikian melembaga dan semakin kuat, tidak berarti kita mengabaikan peranan pendidikan dalam keluarga. Justru di tengah semakin masifnya perubahan sosial pada era globalisasi dan informasi ini, peranan pendidikan dalam keluarga sebagai wahana pembinaan keyakinan agama, watak, dan kepribadian haruslah semakin diperkuat.
Di beberapa negara maju di mana peranan keluarga mengalami demasifikasi, akhir-akhir ini ada kecenderungan masyarakat untuk menjadikan (kembali) keluarga sebagai basis bagi pendidikan anak. Di bawah semboyan back to family, keluarga dihidupkan kembali peranannya yang besar dalam pembentukan watak dan kepribadian anak serta pengembangan nilai-nilai moral.
Dengan demikian, “kembali kepada keluarga” merupakan solusi praktis terhadap berbagai persoalan kemasyarakatan yang terjadi, yang tidak mudah diatasi jika diserahkan sepenuhnya pada institusi di luar keluarga.
E. DEMOKRASI PENDIDIKAN DALAM ISLAM
Pada dasarnya Islam memberikan kebebasan kepada individu (anak didik) untuk mengembangkan nilai-nilai fitrah yang ada dalam dirinya untuk menyelaraskan dengan perkembangan zaman. Islam juga memberikan petunjuk kepada para pendidik, sekaligus menghendaki agar mereka tidak mengekang kebebasan individu anak dalam mengembangkan potensi-potensinya yang telah dibawa sejak lahir.
Anak didik akan dipandang sebagai objek yang akan dicapai dari tujuan pendidikan sebab dalam proses pendidikan yang terlibat langsung adalah anak didik itu sendiri. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan akan tercapai apabila pendidik memberikan porsi yang seimbang dalam mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri si anak didik, dalam artian sampai sejauh mana para pendidik menyampaikan pesan-pesan yang terkandung dalam hakikat pendidikan itu sendiri.
Sebagai acuan pemahaman demokrasi pendidikan dalam Islam, tampaknya tercermin pada beberapa hal berikut ini :
1. Islam Mendorong Manusia untuk Menuntut Ilmu
Di dalam islam terdapat Demokrasi Pendidikan, dimana Islam tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam menuntut ilmu. Oleh karena itu, pendidikan harus disebarluaskan ke segenap lapisan masyarakat secara adil dan merata sesuai dengan disparitas yang ada atau sesuai kondisi jumlah penduduk yang harus dilayani.
Dalam upaya memberikan pelayanan yang memadai dan cukup, tentunya diperlukan sarana penunjang, tersedianya tenaga pendidik atau pembina yang mampu dan terampil untuk mewujudkan tujuan sumber daya manusia yang berkualita, dan menghasilkan warga negara yang mampu mengembangkan dirinya serta masyarakat sekitarnya ke arah terciptanya kesejahteraan jasmani rohani dan dunia akhirat.
2. Adanya Keharusan Bertanya kepada Ahli Ilmu
Di dalam Alquran surat an-Nahl ayat (43) Allah ta’ala berfirman :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (An-Nahl : 43).
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa apabila pendidikan dan anak didik dalam proses belajar mengajar dan dalam pemahaman ilmu-ilmu tersebut menghadapi hal-hal yang kurang dipahami, maka perlu bertanya kepada yang ahli dalam bidang tersebut. Jadi, umat Islam diharuskan memiliki ahli-ahli dalam bidang-bidang pengetahuan tertentu. Oleh karena itulah umat Islam harus terus memacu dirinya agar tidak ketinggalan di bidang ilmu pengetahuan.
Dalam kaitannya dengan demokrasi pendidikan, ada beberapa pedoman tata krama dalam pelaksanaan unsur demokrasi tersebut, yang diperuntukan baik bagi anak didik ataupun bagi pendidik.
a. Saling menghargai merupakan wujud dari perasaan bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan Allah ta’ala. Hal ini terlukis dalam surat Al-Isra’ ayat (70) yang artinya sebagai berikut :
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (QS. Al-Isra : 70)
b. Penyampaian pengajaran harus dengan bahasa dan praktis yang berdasar atas kebaikan dan kebijaksanaan.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl : 125)
c. Perlakuan adil terhadap anak didik
Pendidik harus memperlakukan semua anak didik secara adil, tidak ada semacam pilih kasih. Ketidakseimbangan pendidik terhadap anak didik tidak boleh menghambat untuk berlaku adil.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah : 8)
d. Terjalinnya rasa kasih sayang antara pendidik dan anak didik.
e. Tertanamnya pada jiwa pendidik dan anak didik akan kebutuhan taufiq dan hidayah Allah ta’ala.
Dengan beberapa uraian tersebut, jelas sekali bahwa Islam memberikan dasar demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan karena demokrasi pendidikan itu akan melahirkan kemajuan-kemajuan yang berarti bagi umat manusia.











Tidak ada komentar:
Posting Komentar